Seorang pria muda lulusan universitas terkenal yang berhasil menamatkan kuliah dengan prestasi di atas rata-rata, selalu merasa tegang dan cemas setiap kali menghadapi panggilan wawancara seleksi padahal begitu percaya diri ketika mengerjakan tes tertulis. Pengalaman “gagal” saat wawancara seleksi pertama kali begitu membekas dan menjadi pengalaman traumatis baginya setiap kali menghadapi wawancara.
Beberapa hari yang lalu pun seorang kenalan saya bercerita, salah seorang keponakannya mengeluh telah dua kali mengikuti seleksi calon karyawan namun gagal setelah proses wawancara. Kenalan tersebut kemudian bertanya dengan penasaran pada saya “Kenapa dia sampai gagal ya? Tolong dong kasih tahu caranya biar lolos wawancara!“
Banyak orang yang berprofesi sebagai psikolog seperti kami di LPTUI sering dihadapkan pada pertanyaan dan permintaan di atas. Mengapa si X gagal setelah wawancara, bagaimana sebenarnya harus bersikap waktu wawancara, dan sebagainya. Berangkat dari pengalaman sebagai pewawancara sejak tahun 1999, penulis mencoba berbagi informasi tentang bagaimana menghadapi wawancara seleksi dengan harapan para kandidat dapat mempersiapkan diri lebih baik.
Apa itu wawancara dan apa tujuannya ?
Secara singkat, wawancara adalah salah satu metode penggalian data atau informasi yang sangat penting dan relatif paling sering digunakan untuk mengukur kemampuan individu. Wawancara umumnya dilakukan secara tatap muka antara satu orang kandidat dengan satu orang pewawancara. Namun ada juga wawancara yang dilakukan dengan menghadirkan beberapa orang pewawancara secara bersamaan ataupun terpisah satu per satu (biasa disebut wawancara panel). Lamanya wawancara bervariasi, biasanya sekitar 30 menit hingga 2 jam, namun ada juga yang sangat singkat hanya dalam hitungan waktu 5 – 15 menit. Semuanya tergantung tujuan dan teknik wawancara yang digunakan.
Di dalam proses seleksi, tujuan wawancara secara umum adalah memperoleh sejumlah informasi penting yang dibutuhkan untuk mengukur aspek perilaku tertentu. Informasi tersebut umumnya sulit diperoleh hanya melalui tes tertulis saja. Hingga saat ini, wawancara merupakan salah satu alat terpenting yang digunakan dalam asesmen calon karyawan. Selain menggali informasi, wawancara juga digunakan untuk mengklarifikasi ataupun mengkonfirmasi data yang sudah diperoleh, misalnya hal-hal yang tercantum dalam riwayat hidup.
Nah, jika wawancara demikian penting dalam proses asesmen, maka apa yang harus dilakukan untuk menghadapinya?
Dari banyak pengalaman pribadi maupun pengalaman sejumlah rekan psikolog melakukan wawancara seleksi, ada beberapa hal praktis yang tampaknya penting untuk dibagikan pada pembaca yang meliputi persiapan sebelum wawancara dan saat wawancara.
Persiapan
1. Cari informasi mengenai posisi/pekerjaan dan perusahaan
Sebelum wawancara, ada baiknya Anda mencari informasi mengenai perusahaan yang Anda lamar agar lebih siap dan memiliki gambaran lebih jelas tentang pekerjaannya. Misalnya: bertanya pada kenalan yang kebetulan bekerja di perusahaan tersebut, mencari informasi dari situs perusahaan di internet, membaca artikel atau berita terkini yang memuat info tentang perkembangan perusahaan, dan sebagainya.
2. Cari tahu lokasi tempat wawancara
Lakukan survei ke lokasi tempat wawancara sebelum hari-H. Jika tidak memungkinkan, pelajari peta menuju ke sana termasuk rute jalan serta rute kendaraan umum yang ada (jika Anda tidak membawa kendaraan sendiri). Intinya untuk memastikan bahwa Anda memiliki gambaran yang jelas mengenai lokasi wawancara sehingga Anda dapat memperkirakan waktu yang dibutuhkan untuk tiba di lokasi. Banyak pengalaman yang terjadi kandidat datang terlambat ke lokasi wawancara hanya karena tidak bisa mengantisipasi jarak dan kendala yang mungkin timbul (jalan macet, bis penuh atau kendaraan mogok). Keterlambatan kehadiran saat wawancara akan membawa pengaruh yang negatif bagi kandidat sendiri, mereka akan menjadi tegang, lelah dan terburu-buru sehingga tidak sempat mempersiapkan diri lebih baik sebelum memasuki ruangan wawancara. Bahkan mungkin saja peluang wawancara akan hilang terutama apabila ada sejumlah kandidat yang harus diwawancara sementara waktu yang tersedia sangat terbatas.
3. Pilih busana yang paling pantas atau sesuai dan nyaman dikenakan
Penampilan memang bukan satu-satunya aspek penilaian, tapi juga merupakan faktor penunjang penilaian. Untuk pekerjaan tertentu, aspek penampilan menjadi aspek penilaian yang cukup signifikan, misalnya untuk posisi tenaga pemasaran, petugas customer service, pembaca berita atau presenter di televisi, dan sebagainya. Mungkin Anda pikir berbusana santai dapat membawa kesan rileks dalam diri Anda, tapi ini kurang dianjurkan. Begitu pula dandanan yang terlalu “wah” dan kurang relevan dengan pekerjaan. Sesuaikanlah busana Anda dengan konteks “orang bekerja” pada umumnya, bukan pakaian yang biasa Anda kenakan untuk jalan-jalan di mal atau hadir ke pesta teman.
4. Berlatih wawancara
Jika anda belum pernah menghadapi wawancara seleksi, perasaan cemas umumnya dirasakan. Hal ini dapat menyebabkan Anda sulit untuk mengekspresikan pendapat dan ide-ide dengan lancar dan jelas. Ada baiknya Anda berlatih wawancara dengan rekan atau kenalan anda sambil mempelajari atau mengantisipasi pertanyaan-pertanyaan yang mungkin muncul. Namun, hindari untuk menghafal jawaban karena hal ini akan membuat Anda menjadi kaku dan kurang spontan.
Pada saat wawancara
1. Hadir tepat waktu
Kalau Anda datang terlambat, ketegangan dan sikap terburu-buru akan menyebabkan anda “sibuk” mengatasi hal tersebut di awal wawancara sehingga perhatian terhadap isi wawancara menjadi kurang. Keterlambatan juga bisa dianggap sebagai indikasi salah satu bentuk kurangnya keseriusan kandidat dalam mengikuti seleksi ataupun perencanaan waktu yang minim dari kandidat. Oleh karena itu usahakan Anda tidak terlambat saat wawancara. Sebaiknya hadir 30 menit sebelum waktunya agar dapat mempersiapkan diri.
2. Bersikap tenang dan percaya diri
Masuki ruangan dengan sikap tenang dan percaya diri, jangan gugup meskipun Anda menyadari sedang “dinilai” oleh pewawancara. Perhatikan sikap tubuh Anda ketika berjalan, usahakan untuk berjalan dengan sikap tegak tapi tetap rileks dan tersenyum kepada pewawancara. Saat Anda duduk, atur posisi yang cukup rileks dan nyaman, letakkan tas atau barang bawaan anda di tempat yang tidak menghalangi gerak-gerik Anda saat berbicara. Ketegangan dan rasa cemas menghadapi wawancara adalah hal yang wajar. Namun, umumnya dengan sikap percaya diri dan tenang, perasaan tersebut akan dapat segera diatasi. Mungkin 5 menit pertama Anda merasa tegang dan cemas, setelah itu dapat bersikap rileks dan tenang. Ketidakmampuan mengatasi perasaan cemas dan tegang selama wawancara akan mengakibatkan diri anda kurang optimal dalam mengungkapkan pendapat dan hasil pemikiran. Jika memang Anda mudah cemas, atasi dengan menarik nafas dalam-dalam selama beberapa kali atau minum air putih sebelum memasuki ruangan wawancara.
3. Bicara secara jelas, sistematis dan elaborasi jawaban sesuai keperluan
Hindari berbicara dengan kalimat-kalimat pendek tanpa elaborasi, terlebih disampaikan tanpa runtutan yang jelas. Pewawancara ingin memperoleh informasi yang jelas dalam waktu wawancara yang tersedia, oleh karena itu cobalah merangkaikan jawaban dan pendapat Anda dalam kalimat-kalimat yang jelas dan runtut. Jika perlu Anda dapat mengelaborasi jawaban dengan data atau informasi tambahan lainnya yang relevan. Hindari terlalu banyak menggunakan istilah asing atau jargon yang kurang dikenal orang. Atau jika terpaksa menggunakan, ikuti dengan padanan kata yang sesuai atau sedikit penjelasan.
Untuk menampilkan kesan cerdas atau banyak pengalaman, tidak jarang kandidat berbicara panjang lebar dan bertele-tele terhadap suatu topik sehinga kurang peduli dengan waktu yang tersedia. Biasanya pewawancara yang terlatih akan meminta Anda kembali ke pokok pembicaraan. Namun demikian cobalah lebih peka, perhatikan isyarat atau sinyal dari pewawancara melalui bahasa tubuhnya untuk mengetahui pembicaraan anda sudah membosankan atau kurang menarik. Misal: pewawancara berulang kali melirik jam tangannya, berulang kali memandang ke sudut lain, atau melakukan hal-hal yang terkesan kurang mempedulikan pembicaraan anda.
4. Bersikap terbuka dan jujur
Setiap kandidat tentunya ingin memperoleh pekerjaan yang dilamar sehingga umumnya akan membuat kesan yang sangat baik tentang dirinya. Dalam proses seleksi, wawancara adalah peluang Anda memberikan informasi yang lebih lengkap dan tepat tentang potensi Anda menempati poisi itu. Usahakan untuk bisa memunculkan apa yang menjadi kekuatan atau prestasi Anda. Jelaskan bukti-bukti kejadiannya, misalnya Anda sering memenangkan lomba merancang program komputer, Anda pernah menyelesaikan persoalan yang pelik, dan sebagainya. Sebaliknya, keterbukaan dan kesadaran Anda tentang hal-hal yang menjadi keterbatasan diri juga bisa memberi kesan positif. Hal tersebut menunjukkan Anda cukup matang untuk bisa melihat kekuatan dan kelemahan diri sendiri. Kesemuanya itu, sisi yang baik dan juga hal-hal yang Anda rasa masih perlu ditingkatkan Anda sampaikan mengacu pada pengalaman yang kongkrit dan data yang memang benar. Tidak jarang kandidat berbohong atau tidak berkata jujur agar dapat membentuk kesan yang sempurna atau seperti yang kira-kira diperlukan di pekerjaan itu. Pewawancara yang terlatih atau berpengalaman biasanya mampu membedakan informasi yang palsu dan yang benar.
5. Tunjukkan antusiasme dalam pembicaraan dan sikap tubuh
Sikap kurang antusias antara lain tercermin dari postur tubuh yang lesu/lunglai; duduk menyandar sambil menggoyang-goyangkan kursi; nada suara yang lemah serta jawaban-jawaban singkat tanpa upaya untuk mengelaborasinya. Misalnya: ketika diminta menceritakan alasan, jawaban yang sering keluar “Yaaa, begitu deh. “, atau ketika ditanya apa yang dirasakan ketika menghadapi suatu kejadian, jawabannya “Biasa-biasa saja kok.” Bangkitkan antusiasme sejak Anda mulai menjejakkan kaki di tempat wawancara, pikirkan hal-hal baik. Antusiasme akan membuat perasaan Anda lebih ringan, wajah berseri-seri, dan sikap tubuh menjadi lebih bebas. Tapi jangan berlebihan, misalnya kalau kemudian Anda duduk terlalu dekat dan sikap tubuh terlalu frontal ke arah pewawancara, bisa jadi timbul kesan dominan yang berlebihan dan agresif. Perhatikan juga, duduk dengan sikap tubuh menyandar dan kursi yang ditarik menjauhi pewawancara dapat menimbulkan kesan Anda kurang percaya diri dan tegang, atau Anda terkesan kurang menyukai kegiatan wawancara tersebut. Kalau perlu, latihlah sikap tubuh Anda sebelum wawancara.
6. Bertanya jika diberi kesempatan
Jika Anda masih merasa belum jelas dengan beberapa hal terkait pekerjaan atau perusahaan yang Anda lamar, gunakan kesempatan bertanya yang diberikan. Atau jika tidak diberikan kesempatan khusus, mintalah ijin pada pewawancara untuk bertanya.
7.Mengucapkan terima kasih saat akhir wawancara
Menyadari pentingnya kesempatan wawancara dalam proses seleksi bagi keberhasilan Anda, jangan lupa ucapkan terima kasih pada pewawancara atas kesempatan yang diberikan.
Nah, demikian sekilas tentang hal-hal yang sebaiknya diketahui oleh para kandidat sebelum memasuki dan menjalani proses wawancara. Tentu masih ada hal lain yang perlu dipersiapkan yaitu mempersiapkan isi pembicaraan yang terkait dengan pekerjaan yang Anda lamar. Namun, setidaknya dengan berbagi pengalaman di atas, Anda dapat menjalani wawancara dengan lebih mantap. Semoga sukses !
Sumber : Leira Hevyta (lptui)