Tampilan luar memang acap kali membuat orang membuat lupa pada inti atau isi dalamnya. Pokoknya apapun itu asal luar udah oce, rebes sudah. Mmm.. seru juga Very Happy
Melihat sesuatu memang memunculkan kesan, kesan yang tersimpan dalam alam ide, tidak tampak dari luar dan hanya kita sendiri yang tahu, yang terlihat oleh kita namun tidak bagi orang lain.
Beragam kesan muncul yang muncul ketika indera telah menangkap objek tertentu, terkadang muncul kesan baik, cantik, ganteng, bagus, indah, menawan (emang apa bedanya indah sama menawan? Very Happy), dan berbagai kesan positif lainnya. Namun juga tak jarang muncul kesan negatifnya, seperti jelek, tidak baik, dan sebagainya.
Nah, dari kesan-kesan pertama inilah pada akhirnya memunculkan satu kesimpulan dalam pemikiran kita. Ada yang akhirnya tertarik, hingga ingin untuk memiliki, bahkan ada yang akhirnya malah menimbulkan reaksi penolakan.
Misalnya nih, ketika kita berniat untuk membeli sepatu baru, mulanya kita menyisir tempat perbelanjaannya. Tidak semua tempat perbelanjaan atau toko kita masuki, tapi hanya yang menunjukkan kesan ada tanda-tanda adanya sepatu yang dijual yang kita masuki. (hoho.. jelas itu bung, masa beli sepatu ke warung kopi Very Happy ). Eits, tunggu dulu, kita juga tidak mau masuk ke sembarang toko bukan?? Pastinya kita melihat-lihat lagi, ada toko-toko yang tampak agak kelihatan kumuh, ada yang kelihatan tidak rapi, dan ada juga yang rapi, indah, dsb. Nah, atas dasar kesan-kesan inilah kita melakukan tindakan, apakah itu berupa penerimaan, atau pun penolakan. Gitu toh maksudnya… Smile
Sekarang pertanyaannya, apakah semua yang menunjukkan tanda-tanda luar yang bagus itu baik?
Jawabannya, belum tentu! Bisa saja sesuatu yang terbungkus dalam kado yang indah tapi isinya bom. Bisa saja yang terdapat di dalam tong sampah adalah uang yang banyak. Bisa saja mendung tidak menghasilkan hujan.
Ini menunjukkan kepada kita, supaya kita menjadi lebih selektif dalam menilai suatu keadaan. Kesan yang baik yang ditunjukkan oleh sesuatu benda bukan berarti isinya juga ‘pasti’ demikian. Kesan yang baik yang timbul atas seseorang juga berarti ‘tidak pasti’ orang itu juga seperti kesan yang ditimbulkannya.
Mari kita lihat contoh yang lain lagi.
Bila seseorang mengendarai sepeda, bukan berarti maksudnya adalah untuk berolah raga ‘pada saat itu’, bisa jadi orang tersebut memang tidak memiliki kendaraan lain yang bisa dia kendarai, meskipun ada juga orang yang mengendarai sepeda dengan tujuan untuk berolah raga semata.
Bila seseorang menggunakan jas, belum tentu orang tersebut hendak menghadiri acara yang resmi, bisa saja dia menggunakannya hanya untuk pamer-pamer doang (lho kok??)
Demikian juga bukan berarti seseorang yang memegang sapu di jalanan, adalah seorang petugas kebersihan kota.
Tapi, ada juga orang yang menggunakan jas untuk acara resmi dan yang memegang sapu di jalanan adalah petugas kebersihan.
Komputer yang case box-nya bagus bisa aja gak ada isinya, tapi bisa juga ada isinya. Perempuan yang cantik dan lelaki yang ganteng bisa aja gak tau apa-apa, cantik-cantik/ganteng-ganteng oon katanya, tapi ada juga yang berparas menawan yang lebih bisa.
Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa penampilan itu tidak selamanya menggambarkan maksud yang sebenarnya, atau “penampilan itu kadangkala menipu”.
Bagian yang gak enaknya nih..
Ironisnya, masyarakat kita sekarang ini sudah banyak yang melupakan hal-hal yang seperti ini. Kecenderungan masyarakat sekarang ini lebih kepada perhatiannya terhadap penampilan fisik dan melupakan esensi sebenarnya dari sebuah kenyataan. Entah karena tidak tahu atau karena acuh tak acuh terhadap diri mereka sendiri.
Sering kita melihat dalam keseharian kita, bahwa kita lebih mementingkan penampilan luar dari pada esensi dari sesuatu itu sendiri.
Dalam hal berpakaian misalnya, kita lebih mengutamakan yang kira-kira bisa membuat kita diperhatikan dan mata orang melihat keanggunan kita dalam berpakaian, bahkan tidak jarang kita melihat, yang dianggap baik itu justru yang bisa menimbulkan kesan sexy, baju tipis, ketat lagi, padahal esensi dari apa yang digunakan itu adalah hal yang seronok.
Dalam hal memilih-milih barang yang akan dibeli, kita lebih mengutamakan yang memiliki nama dagang atau merek yang terkenal, barangnya mahal, langka malah, tujuannya agar bisa kelihatan keren, macho, dan agar diperhitungkan dalam pergaulan, padahal yang menjadi hakikat dari sebuah barang adalah nilai gunanya, bukan untuk pamer, malah itu dilarang dalam Islam.
Sekarang bayangkan, apa yang telah kita lakukan selama ini, melakukan sesuatu yang tidak perlu? memiliki barang yang tidak kita butuhkan? menilai sesuatu tidak seperti yang seharusnya? menyalahkan yang benar dan membenarkan yang salah? dan masih banyak lagi…
Wow, akhirnya terungkap sudah satu persatu hal selama ini kita anggap remeh, ternyata benar-benar merusak hati kita, jiwa kita ternoda karena hal-hal yang kita anggap sepele, yang biasanya menjadi bahan tertawaan.
Ketika melihat seorang kawan yang memakai sandal jepit, lain warna pula antara kiri dan kanannya, kita tertawa terbahak-bahak, mungkin karena kesan yang muncul adalah tidak seperti seharusnya, lucu. Tapi sadarkah kita bahwa apa yang dia lakukan sudah mencapai hakikat guna barang tersebut, sandalnya bisa digunakan, dan kakinya tidak sakit menginjak batu ketika berjalan, hal itu bisa saja dia lakukan karena dia sandalnya telah putus dan tidak punya uang uang membeli yang baru. Dosa pertama terlaksana, menertawakan yang tidak seharusnya.
Ketika mendengar berita tentang kawan, misalnya kulitnya hitam, yang putih cuma giginya. Meskipun itu fakta tapi itulah anugerah baginya, yang diberikan Tuhan untuknya. kita malah tertawa terbahak-bahak karena ‘keunikannya’ itu. Meski itu fakta, tapi kita dilarang untuk membicarakannya, karena itu ghibah, bila itu hal yang mengada-ngada maka itu fitnah namanya bung! Dosa kedua telah terjadi.
Dan berbagai andaian lain yang sekarang ini muncul dalam kepala kita.
Jika penampilan itu lebih banyak menipu, masihkah patutkah kita ‘mengagungkan’ harta benda, kecantikan, keanggunan, dan berbagai bentuk tampilan luar lainnya??
http://alfahmi.wordpress.com